Skip to main content

Pengalaman Mendapatkan Student's Pass di Singapura

Halo semuanya! Untuk sementara, sepertinya aku cuma bisa ngepos artikel di blog dulu, ya. Untuk video, lain waktu pasti akan upload lagi :)

Nah, hari Jumat kemarin adalah hari dimana aku harus ke Gedung ICA (Immigration & Checkpoints Authority) untuk memperoleh Student's Pass. Kalau nggak punya Student's Pass, berarti aku di Singapura dianggap sebagai turis. Dan jatah seorang turis untuk tinggal di Singapura hanya 30 hari (seingatku). Jadi, kalau nggak punya Student's Pass, aku nggak boleh menetap di Singapura lebih dari 30 hari.

Artikel ini kubuat tentunya untuk semua Warga Negara Indonesia yang mau apply Student's Pass di Singapura. Namun, artikel ini mengarah pada bagaimana proses saat kita sudah berada di gedung ICA nya. Yang perlu kalian persiapkan sebelum ke ICA adalah paspor, embarkation card, dokumen-dokumen yang diperlukan, medical report, satu lembar foto, dan cashcard senilai 90 SGD. Untuk foto yang kalian bawa, poni tidak boleh menutupi alis maupun telinga. Peraturan lebih lanjut aku nggak tahu :P kalau kalian mau foto langsung di gedung ICA nya juga bisa kok. Bayar 5.50 SGD, dapat empat lembar. Untuk cashcard, kalian bisa beli di toko-toko seperti Sevel (7eleven). Tapi di Sevel, kalian harus menyiapkan minimal 100.50 SGD, karena 10 SGD untuk kartunya, 90 SGD untuk isi kartunya, dan 50 sen untuk charge dari Sevelnya. Tapi kalau kalian sudah punya kartunya ya nggak perlu bayar 10 SGD lagi :D


Letaknya gedung ICA sangat dekat dengan MRT Lavender (klik di sini untuk tahu apa itu MRT). Dari MRT Lavender, kalian pasti dapat dengan mudah menemukannya. Petunjuk arahnya sangat jelas, kok.

Image from Google Images

Kemudian sampai di gedung ICA, di lantai satunya, aku langsung menuju ke elobby, karena aku sudah terlebih dahulu membuat eappointment. Jadi di elobby, aku tingal membayar dengan cashcardku, melalui sebuah mesin, lalu aku mendapat dua lembar receipt tanda pembayarannya. Satu untuk kusimpan, satu untuk ICA. Setelah itu, aku menuju ke lantai empat. Di lantai empat, ada ruangan berjudul Student's Pass Visa. Aku masuk kesitu, dan berputar-putar, melihat keadaan. Setelah itu aku baru sadar kalau belum mengambil nomor antrian. Aku keluar dari ruangan itu, dan di depan pintu masuknya, kulihat sebuah mesin khusus untuk yang telah memiliki eappointment. Jadi aku menggunakan mesin itu. Mudah sekali, hanya tinggal men scan barcode di lembar ICA ku, dan nomor antrian pun kudapatkan. Nomornya WS012. Bagaimana caranya kita tahu kapan giliran kita? Tunggu saja sampai nomor antrianmu muncul di TV-TV yang terpasang di ruangan itu.

Image from Google Images

Aku menunggu kira-kira 15 menit, sebelum di panggil. Lalu aku segera ke counter 28, tempat dimana aku dipanggil. Kuserahkan dokumen-dokumenku, tapi ternyata, fotoku ditolak. Karena yang kuserahkan fotonya, poniku menutupi alisku. Terpaksa aku harus foto di gedung itu juga. Ya, sudahlah. Fotonya sih nggak apa-apa, tapi antrinya itu lho. Habis foto harus antri lagi. Lebih lama dari yang pertama malah. Kalau seandainya fotoku dari awal sudah diterima, aku hanya tinggal menunggu Student's Pass ku jadi. Tapi sekarang aku harus menunggu untuk menyerahkan foto, baru menunggu lagi supaya Student's Pass ku jadi. Total lamanya aku memperoleh Student's Pass adalah tiga jam. Kusarankan kalian datang jauh lebih pagi kalau mau dapat Student's Pass lebih cepat. Meskipun di eappointment tertulis jam 9.45 (misalnya), datanglah jam 8/jam 8 lebih. Aku datang jam 9 kurang, dan eappointment ku sebenarnya jam 9.45, tapi antriannya sudah banyak loh.

Semoga pengalamanku ini bisa berguna buat kalian yang mau dapetin Student's Pass ya :) jangan ulangi kesalahan-kesalahan yang kulakukan tadi! Hehehe. Sampai ketemu di artikel berikutnya!






Comments

Popular posts from this blog

Day 29: Who and What Adds Meaning

Who and what adds meaning to your life. Agustus, 2023 Tentunya sulit untuk menunjuk hanya satu orang saja. Orang-orang disekitarku selalu menambah meaning dalam hidupku. Sebagian besar datang dan pergi, terkadang kembali, kemudian hilang lagi. Apalagi semakin dewasa dan bertambah usia, sepertinya teman-teman semakin punya kesibukan. Termasuk aku sendiri. Jadi ujung-ujungnya hanya menyapa tipis-tipis di media sosial. Tapi nggak apa-apa, meskipun begitu, aku percaya setiap orang memiliki “fungsi”-nya masing-masing dalam hidupku. Mungkin aku nggak sadar makna kehadirannya pada waktu itu dan baru ngeh setelah beberapa tahun berlalu, atau mungkin saat ini sudah nggak ngobrol, tapi masih terkadang kontakan sedikit-sedikit. Ada banyak faktor yang menentukan peran seseorang dalam hidupku. Jadi, jika ditanya ‘siapa’, tentunya tergantung dari musim hidup yang sedang kujalani. Setiap musim, pemerannya berbeda-beda. Aku hampir selalu belajar sesuatu dari setiap orang yang kutemui, dan sedikit demi...

Terus dan terus.

Kemana hidup ini harus kubawa? Kekecewaan datang dan pergi. Begitu pula kecintaan. Yang mana yang harus kupercaya? Ada keputusan, ada ketakutan. Ada komitmen, ada kebingungan. Dimana ada harapan, disitu ada kekecewaan. Dimana ada tekad, disitu ada godaan. Dimana ada kekecewaan, disitu ada harapan. Akankah aku bertahan? Berapa lama harus aku bertahan? Berapa lama harus aku percaya? Tujuh kali tujuh ratus tujuh puluh tujuh? Sampai jelas. Sampai mati dan hidup lagi. Sampai nyata.

Suka Duka Anak Kos

Anak kos. Pasti banyak diatara kamu yang ngekos di kota atau negeri lain. Entah untuk SMA, atau perguruan tinggi. Hari ini, aku mau membahas suka-dukaku jadi mahasiswi di negeri lain, dalam hal tinggal sebagai anak kos. Untuk memulainya, kuceritakan terlebih dahulu gambaran tentang kos-kosan ku. Aku tinggal di sebuah apartemen di daerah Novena. Sekitar 8-10 menit berjalan kaki dari stasiun MRT. Disini, aku menyewa sebuah kamar untuk kutinggali sendiri. Tidak ada tuan rumah, hanya ada teman-teman serumah. Tapi sekitar tiga hari sekali, akan ada pembantu yang membersihkan rumah dan mengurus cucian baju. Nah, teman-teman serumahku ini ada yang berasal dari sesama Indonesia, ada juga yang dari Filipina. Karena akomodasi di Singapura lumayan mahal, apalagi daerah Novena, jadi aku menyewa kamar yang tidak ada WC-nya. Alias berbagi WC dengan teman serumah. Nah, mari kita mulai. Lagi asyik-asyiknya ngerjain tugas, tiba-tiba mesin cucinya berbunyi. Menandakan bahwa cucian telah selesai d...