Skip to main content

What a DAY!

Pagi hari, jatahnya gue siap-siap kerja.

Jam 6 pagi, bangun.

Jam 6:05, berbaring lagi.

Jam 6:05 lebih 0.000000001 sekon, gue ketiduran.



Jam 9, gue kebangun, entah karena apa.

I started to be panic and look at my phone.




Damn it.




Dengan segera, gue keluar kamar, keliling satu lingkaran di depan kamar, balik ke kamar lagi, dan mulai mikir.

Gue segera bersiap-siap dan langsung cabut. Gue kenakan sepatu gue, dan berlari ke bus stop terdekat. Persetan dengan make-up dan sarapan.

Setelah naik bus, gue baru berpikir, bus will take too much time. Akhirnya gue putuskan untuk turun di pemberhentian selanjutnya, dan request taksi. Kurang keren apa lagi gue. Lagi masa magang, berangkat kerja pake taksi on call.

Tolong, jangan ditiru...


Dengan sedikit gugup, gue meraih handphone gue dan menelepon duty manager dan colleagues gue, lapor keberadaan gue. I noticed that they called me, like a thousand times this morning. At least they need to know that I don't die. Tentu saja colleagues dan manager gue mengharapkan keberadaan gue sesegera mungkin setelah gue telepon.

Sesampainya di back office, gue segera memulai shift gue, dengan rasa bersalah.

Gue mulai menebak, "today is gonna be a long day."

Tebakan yang kurang tepat. Yang benar adalah, sangaaaaaaaattt panjang.

Entah dalam sehari sudah berapa kali gue menahan berbagai emosi. Rasanya satu masalah demi satu masalah datang bertubi-tubi setiap saat. Semuanya berasa nggak ada yang beres, ujung-ujungnya jadi emosi sendiri.

Akhirnya baru gue sadari, gue berada di titik jenuh. Dimana gue mulai take this job for granted. Mulai mengerjakan pekerjaan gue tanpa hati. My body was there but not my soul. Gue cuma kerjain kerjaan gue seadanya, yang penting kelar.

Today I found another piece of myself, ternyata gue masih bisa take things for granted juga.

Malam hari sekitar jam 6:45, aku dan beberapa teman kerja lainnya dipanggil untuk mengikuti sebuah meeting dengan Director of Rooms alias bos-nya managers gue. Gue dan teman-teman kerja gue sama-sama bisa merasakan kharisma dan inner power direktur itu, otomatis kita turned to silent mode, berhati-hati di setiap patah kata yang kita ucapkan dari mulut.

Direktur itu mulai membicarakan kenapa kita semua dipanggil untuk meeting. Dia merasa ada yang perlu diperbaiki dari kinerja kita.

I was like, damn, what a sense he had.

Ternyata sampe direktur gue bisa menyadari hal itu. Gue jadi merasa, jangan-jangan yang sedang ada di titik jenuh nggak cuma gue.

Kita lanjutkan meeting tidak resmi itu dengan santai, tapi tetap "mencekam". Direktur membicarakan hal yang dianggap serius itu dengan selingan humornya yang membuat kita sedikit rileks untuk ngobrol dengan dia.

Kita merasa berterima kasih pada direktur kita, karena dia bisa mengungkapkan apa yang dia inginkan dengan jelas dan akhirnya kita bisa mencapai keputusan yang rasional.

Pelajaran yang  gue dapat dari pengalaman ini adalah, dimanapun kita berada, hal apapun yang kita lakukan, dengan siapapun kita laksanakan, kita akan selalu mencapai titik dimana kita jenuh akan segalanya. Semuanya kembali pada diri sendiri, bagaimana kita menyikapinya. Bersyukurlah kalau kalian menyadarinya, berarti semakin cepat kalian dapat mengatasinya.

Gue masih ada di tahap pembelajaran tentang gimana cara mengatasi kejenuhan. Kalau kalian ada tips, boleh dong di-share di kolom komentar! :)







Comments

  1. Jenuh itu manusiawi. Pasti deh rasa itu muncul. Awalnya perlahan, tapi tak kita hiraukan lalu akhirnya mengendap dan terasa berat. Baru deh kerasa, "eneg banget!"

    Cari kegiatan menarik ajah di sela kerja, biar gak bosen. Bisa dengan cek2 harga di priceza.co.id kali' nemu barang impian kamu dan lagi turun harga. Lumayan cuci mata kan? :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Day 29: Who and What Adds Meaning

Who and what adds meaning to your life. Agustus, 2023 Tentunya sulit untuk menunjuk hanya satu orang saja. Orang-orang disekitarku selalu menambah meaning dalam hidupku. Sebagian besar datang dan pergi, terkadang kembali, kemudian hilang lagi. Apalagi semakin dewasa dan bertambah usia, sepertinya teman-teman semakin punya kesibukan. Termasuk aku sendiri. Jadi ujung-ujungnya hanya menyapa tipis-tipis di media sosial. Tapi nggak apa-apa, meskipun begitu, aku percaya setiap orang memiliki “fungsi”-nya masing-masing dalam hidupku. Mungkin aku nggak sadar makna kehadirannya pada waktu itu dan baru ngeh setelah beberapa tahun berlalu, atau mungkin saat ini sudah nggak ngobrol, tapi masih terkadang kontakan sedikit-sedikit. Ada banyak faktor yang menentukan peran seseorang dalam hidupku. Jadi, jika ditanya ‘siapa’, tentunya tergantung dari musim hidup yang sedang kujalani. Setiap musim, pemerannya berbeda-beda. Aku hampir selalu belajar sesuatu dari setiap orang yang kutemui, dan sedikit demi...

Terus dan terus.

Kemana hidup ini harus kubawa? Kekecewaan datang dan pergi. Begitu pula kecintaan. Yang mana yang harus kupercaya? Ada keputusan, ada ketakutan. Ada komitmen, ada kebingungan. Dimana ada harapan, disitu ada kekecewaan. Dimana ada tekad, disitu ada godaan. Dimana ada kekecewaan, disitu ada harapan. Akankah aku bertahan? Berapa lama harus aku bertahan? Berapa lama harus aku percaya? Tujuh kali tujuh ratus tujuh puluh tujuh? Sampai jelas. Sampai mati dan hidup lagi. Sampai nyata.

Suka Duka Anak Kos

Anak kos. Pasti banyak diatara kamu yang ngekos di kota atau negeri lain. Entah untuk SMA, atau perguruan tinggi. Hari ini, aku mau membahas suka-dukaku jadi mahasiswi di negeri lain, dalam hal tinggal sebagai anak kos. Untuk memulainya, kuceritakan terlebih dahulu gambaran tentang kos-kosan ku. Aku tinggal di sebuah apartemen di daerah Novena. Sekitar 8-10 menit berjalan kaki dari stasiun MRT. Disini, aku menyewa sebuah kamar untuk kutinggali sendiri. Tidak ada tuan rumah, hanya ada teman-teman serumah. Tapi sekitar tiga hari sekali, akan ada pembantu yang membersihkan rumah dan mengurus cucian baju. Nah, teman-teman serumahku ini ada yang berasal dari sesama Indonesia, ada juga yang dari Filipina. Karena akomodasi di Singapura lumayan mahal, apalagi daerah Novena, jadi aku menyewa kamar yang tidak ada WC-nya. Alias berbagi WC dengan teman serumah. Nah, mari kita mulai. Lagi asyik-asyiknya ngerjain tugas, tiba-tiba mesin cucinya berbunyi. Menandakan bahwa cucian telah selesai d...