Skip to main content

Day 15: My Pet

Write about your pet.

Happy family

Waktu kecil dulu, aku pernah punya dua ekor hamster (nggak ada fotonya). Aku senang sekali sampe tiap pulang sekolah selalu kuajak main. Padahal hamster seharusnya hewan nokturnal, alias hewan yang melek saat malam, dan tidur saat siang. Tapi saat itu aku masih terlalu kecil untuk mengerti. Aku suka mengganggu waktu hamster-hamster itu sedang tidur.

Kemudian beberapa waktu berlalu dan hamster-hamster itu beranak. Lagi-lagi aku yang masih kecil ini juga nggak paham gimana cara merawat hamster yang baru beranak. Alhasil, aku tetap bermain-main dengan mereka saat pulang sekolah.

Kemudian suatu hari aku kaget menemukan anak-anak mereka hilang. Aku mencari tahu apa yang terjadi lewat internet. Sepertinya mereka memakan bayi-bayi mereka antara karena stres atau karena aku pernah pegang-pegang bayi mereka (jadi aroma bayinya berubah dan karena aromanya tidak dikenali induk, ada kemungkinan dimakan). Awalnya aku nggak percaya karena mana mungkin hewan seimut itu bisa tega memakan anak-anaknya sendiri. Apalagi mereka tidak terlihat stres.

Tapi ketidakpercayaanku tidak memberi kejelasan tentang hilangnya anak-anak mereka di kandang. Jadi akhirnya aku menerima kenyataan itu. Ini pertama kalinya aku belajar bahwa wajah imut tidak bisa dipercaya.

Kemudian karena masih dengan Kennice yang nggak urusan dengan hewan peliharaannya, aku tetap bermain dengan mereka saat pulang sekolah. Dan setelah beberapa waktu berlalu, mereka akhirnya mati tanpa sebab yang jelas.

Di kemudian hari, aku belajar bahwa sepertinya mereka mati karena aku suka mengganggu waktu tidur mereka (jadi mungkin menyebabkan stres). Umur mereka pendek karena kelalaianku.


<3

Beberapa tahun berlalu dan aku masih ingin memelihara sesuatu. Tibalah saat aku meminta hewan peliharaan baru: kelinci. Akhirnya orang tuaku membelikanku dua ekor kelinci.

I love them so much. Karena aku sayang sekali, aku mulai mempelajari tentang kelinci lewat internet; cara merawat mereka, makanan yang tepat untuk mereka, cara menggendong yang benar, dan lain-lain.

Minggu demi minggu berlalu, kemudian bulan demi bulan. Tiba-tiba, dari yang awalnya hanya dua kelinci, sekarang aku punya enam ekor, dan semuanya sehat.

Pengalaman memelihara hewan ini mengajarkanku bahwa jika aku ingin menjaga sesuatu untuk tetap hidup dan bertumbuh, aku harus membiarkan mereka untuk melakukan apa yang mereka perlu lakukan. Seperti membiarkan mereka tidur di siang hari (kelinci juga nokturnal), memberi mereka makan yang benar, dan lain-lain. Dan uniknya, hal yang sama bisa kuaplikasikan dengan sebuah passion. Konsepnya sama.

Jika aku ingin menjaga passion-ku, aku harus melakukan apa yang harus kulakukan untuk menjaganya. Jika aku ingin passion itu tetap hidup, aku harus terus melakukan hal itu. Dan jika aku ingin menumbuhkannya, aku bisa “memberi makan” yang tepat lewat konsumsi informasi. Misalnya, video tutorial di YouTube, atau hasil diskusi di sebuah forum, atau hasil browsing di internet, dan lain-lain. Aku harus mengonsumsi hal-hal yang mendukung pertumbuhan itu.

Mungkin ini sedikit out of topic, tapi aku merasa ini perlu disampaikan. Untuk teman-teman yang bekerja di bidang kreatif, ada satu podcast yang menurutku menarik tentang hal ini. Podcast dari Thirty Days of Lunch episode ke-114, dimana narasumbernya adalah Dee Lestari. Dia menggambarkan sebuah ide adalah sesuatu yang muncul karena dia telah memilih “inang” untuk menetap. Yaitu kamu. Kewajibanmu sebagai “inang” adalah untuk mewujudkan ide itu menjadi kenyataan. Karena ide itu telah “memilih” kamu.

Dengan kata lain, passion itu ibarat kendaraan. Kamu sopirnya, dan ide-ide adalah penumpangmu. Tugasmu adalah mengantar mereka sampai ke tujuan dengan selamat, alias memastikan ide-ide itu dapat tersampaikan pada orang lain, dengan caramu sendiri. Jika kamu mau menuju ke tujuan dengan lebih cepat, kamu bisa meng-upgrade passion-mu (kendaraanmu).

Kamu bisa melantunkan musik yang sesuai dengan yang kamu inginkan dengan lebih tepat, karena kamu sudah pernah mencoba berbagai gaya musik dan kamu sudah cukup peka untuk mengetahui yang mana yang paling pas.

Kamu bisa menemukan diksi-diksi yang tepat untuk menyampaikan sebuah kisah melalui tulisan dengan lebih cepat karena kamu terbiasa menulis dan bermain kata-kata.

Semuanya karena apa? Karena kamu terus melakukannya. Kamu melatihnya. Dan kamu mewujudkannya, tanpa menaruh ekspektasi terhadap hasil akhirnya akan menjadi seperti apa.

Nah lo, dari hamster, kelinci, sampe ngomongin passion! Agak random memang, tapi yang penting analogi ini bisa tersampaikan.

Yuk berkarya terus yuk~

*.*.*

Jika kamu mau tahu lebih lanjut tentang 30 Day Writing Challenge yang aku jalani saat ini, kamu bisa klik link ini ya.





Comments

Popular posts from this blog

Day 29: Who and What Adds Meaning

Who and what adds meaning to your life. Agustus, 2023 Tentunya sulit untuk menunjuk hanya satu orang saja. Orang-orang disekitarku selalu menambah meaning dalam hidupku. Sebagian besar datang dan pergi, terkadang kembali, kemudian hilang lagi. Apalagi semakin dewasa dan bertambah usia, sepertinya teman-teman semakin punya kesibukan. Termasuk aku sendiri. Jadi ujung-ujungnya hanya menyapa tipis-tipis di media sosial. Tapi nggak apa-apa, meskipun begitu, aku percaya setiap orang memiliki “fungsi”-nya masing-masing dalam hidupku. Mungkin aku nggak sadar makna kehadirannya pada waktu itu dan baru ngeh setelah beberapa tahun berlalu, atau mungkin saat ini sudah nggak ngobrol, tapi masih terkadang kontakan sedikit-sedikit. Ada banyak faktor yang menentukan peran seseorang dalam hidupku. Jadi, jika ditanya ‘siapa’, tentunya tergantung dari musim hidup yang sedang kujalani. Setiap musim, pemerannya berbeda-beda. Aku hampir selalu belajar sesuatu dari setiap orang yang kutemui, dan sedikit demi...

Terus dan terus.

Kemana hidup ini harus kubawa? Kekecewaan datang dan pergi. Begitu pula kecintaan. Yang mana yang harus kupercaya? Ada keputusan, ada ketakutan. Ada komitmen, ada kebingungan. Dimana ada harapan, disitu ada kekecewaan. Dimana ada tekad, disitu ada godaan. Dimana ada kekecewaan, disitu ada harapan. Akankah aku bertahan? Berapa lama harus aku bertahan? Berapa lama harus aku percaya? Tujuh kali tujuh ratus tujuh puluh tujuh? Sampai jelas. Sampai mati dan hidup lagi. Sampai nyata.

Suka Duka Anak Kos

Anak kos. Pasti banyak diatara kamu yang ngekos di kota atau negeri lain. Entah untuk SMA, atau perguruan tinggi. Hari ini, aku mau membahas suka-dukaku jadi mahasiswi di negeri lain, dalam hal tinggal sebagai anak kos. Untuk memulainya, kuceritakan terlebih dahulu gambaran tentang kos-kosan ku. Aku tinggal di sebuah apartemen di daerah Novena. Sekitar 8-10 menit berjalan kaki dari stasiun MRT. Disini, aku menyewa sebuah kamar untuk kutinggali sendiri. Tidak ada tuan rumah, hanya ada teman-teman serumah. Tapi sekitar tiga hari sekali, akan ada pembantu yang membersihkan rumah dan mengurus cucian baju. Nah, teman-teman serumahku ini ada yang berasal dari sesama Indonesia, ada juga yang dari Filipina. Karena akomodasi di Singapura lumayan mahal, apalagi daerah Novena, jadi aku menyewa kamar yang tidak ada WC-nya. Alias berbagi WC dengan teman serumah. Nah, mari kita mulai. Lagi asyik-asyiknya ngerjain tugas, tiba-tiba mesin cucinya berbunyi. Menandakan bahwa cucian telah selesai d...