Skip to main content

Day 22: Creating an Ideal World

What can you do to create an ideal world for yourself and others?

Image by pch.vector on Freepik

Dunia yang ideal untukku adalah dunia dimana aku bukan siapa-siapa (just a nobody), tapi punya hal-hal yang aku perjuangkan (mimpi, personal values, hubungan, dll), dan aku memiliki kebebasan (dalam hal kebebasan finansial, waktu, dan kesehatan) untuk melakukan semua itu.

Bagaimana untuk menciptakan dunia yang ideal itu? Jawabannya ada di waktu sekarang.

Saat ini pun aku bukan siapa-siapa, memiliki hal-hal yang ingin kuperjuangkan, dan memiliki kebebasan yang cukup untuk melakukan semua itu. Mungkin saat ini aku masih struggling dengan standar kebebasan yang ingin kucapai, but I’m working on it. Aku berusaha untuk menemukan cara supaya aku bisa tetap menikmati prosesnya, dengan kebebasan-kebebasan yang kumiliki saat ini.

Jadi menurutku, cara untuk menciptakan dunia yang ideal itu adalah dengan memanfaatkkan segala kebebasan yang ada untuk mencapai standar yang kuinginkan. Menggunakan resources yang kumiliki untuk mencapai hasil yang kuinginkan. Dari pada ngotot menggunakan cara orang lain, aku pikir sebaiknya aku jalani saja cara yang paling cocok buatku, sesuai dengan tingkat kebebasan yang aku miliki saat ini.

Lalu bagaimana dengan dunia yang ideal untuk sesama?

Dunia yang ideal untuk sesama menurutku adalah dunia dimana setiap orang memperoleh kesempatan yang sama untuk berkembang dan menjadi diri terbaik mereka secara individu dan sanggup menjalankan peran mereka masing-masing dalam dunia.

Berdasarkan gambaran menurut pemikiranku, berarti untuk mewujudkan dunia yang ideal bagi sesama adalah dengan mebantu orang lain sesuai tingkat kebebasan yang kita miliki.

Membantu nggak hanya secara finansial saja. Kita bisa membantu perkembangan seseorang melalui banyak hal tanpa disadari maupun sadar. Dari hal-hal kecil seperti memberi pujian, memberi “sentilan” untuk melakukan perubahan, memberi kepercayaan, memberi waktu, memberi saran, dan lain-lain (asalkan jangan memberi narkoba).

Intinya, untuk mewujudkan dunia yang ideal bagi orang lain, menurutku, berikan ruang bagi mereka untuk berkembang. Berikan ruang untuk mereka berbuat salah dan memperbaiki, asalkan satu: orang yang dibantu juga niat untuk belajar dari kesalahan dan membuat perubahan.

Memang butuh kesabaran tingkat dewa untuk mewujudkan dunia ideal baik bagi diri sendiri maupun orang lain. But we gotta start somewhere, right? Mulai yuk dari titik manapun kita berada saat ini. Menurutku, hidup kurang bermakna kalo aku sendiri nggak berusaha untuk berproses lebih baik lagi. Aku harus menolak stagnancy.


*.*.*

Jika kamu mau tahu lebih lanjut tentang 30 Day Writing Challenge yang aku jalani saat ini, kamu bisa klik link ini ya.






Comments

Popular posts from this blog

Day 29: Who and What Adds Meaning

Who and what adds meaning to your life. Agustus, 2023 Tentunya sulit untuk menunjuk hanya satu orang saja. Orang-orang disekitarku selalu menambah meaning dalam hidupku. Sebagian besar datang dan pergi, terkadang kembali, kemudian hilang lagi. Apalagi semakin dewasa dan bertambah usia, sepertinya teman-teman semakin punya kesibukan. Termasuk aku sendiri. Jadi ujung-ujungnya hanya menyapa tipis-tipis di media sosial. Tapi nggak apa-apa, meskipun begitu, aku percaya setiap orang memiliki “fungsi”-nya masing-masing dalam hidupku. Mungkin aku nggak sadar makna kehadirannya pada waktu itu dan baru ngeh setelah beberapa tahun berlalu, atau mungkin saat ini sudah nggak ngobrol, tapi masih terkadang kontakan sedikit-sedikit. Ada banyak faktor yang menentukan peran seseorang dalam hidupku. Jadi, jika ditanya ‘siapa’, tentunya tergantung dari musim hidup yang sedang kujalani. Setiap musim, pemerannya berbeda-beda. Aku hampir selalu belajar sesuatu dari setiap orang yang kutemui, dan sedikit demi...

Terus dan terus.

Kemana hidup ini harus kubawa? Kekecewaan datang dan pergi. Begitu pula kecintaan. Yang mana yang harus kupercaya? Ada keputusan, ada ketakutan. Ada komitmen, ada kebingungan. Dimana ada harapan, disitu ada kekecewaan. Dimana ada tekad, disitu ada godaan. Dimana ada kekecewaan, disitu ada harapan. Akankah aku bertahan? Berapa lama harus aku bertahan? Berapa lama harus aku percaya? Tujuh kali tujuh ratus tujuh puluh tujuh? Sampai jelas. Sampai mati dan hidup lagi. Sampai nyata.

Suka Duka Anak Kos

Anak kos. Pasti banyak diatara kamu yang ngekos di kota atau negeri lain. Entah untuk SMA, atau perguruan tinggi. Hari ini, aku mau membahas suka-dukaku jadi mahasiswi di negeri lain, dalam hal tinggal sebagai anak kos. Untuk memulainya, kuceritakan terlebih dahulu gambaran tentang kos-kosan ku. Aku tinggal di sebuah apartemen di daerah Novena. Sekitar 8-10 menit berjalan kaki dari stasiun MRT. Disini, aku menyewa sebuah kamar untuk kutinggali sendiri. Tidak ada tuan rumah, hanya ada teman-teman serumah. Tapi sekitar tiga hari sekali, akan ada pembantu yang membersihkan rumah dan mengurus cucian baju. Nah, teman-teman serumahku ini ada yang berasal dari sesama Indonesia, ada juga yang dari Filipina. Karena akomodasi di Singapura lumayan mahal, apalagi daerah Novena, jadi aku menyewa kamar yang tidak ada WC-nya. Alias berbagi WC dengan teman serumah. Nah, mari kita mulai. Lagi asyik-asyiknya ngerjain tugas, tiba-tiba mesin cucinya berbunyi. Menandakan bahwa cucian telah selesai d...