Skip to main content

Day 23: My Inspiration

Your inspiration.

Image by jigsawstocker on Freepik

Ada banyak hal yang bisa menjadi sumber inspirasi. Waktu kecil dulu, kita disuguhkan dengan berbagai orang-orang yang hebat dan ditanya, “siapa panutan kalian?”. Selama sekolah, aku mengagumi Florence Nightingale. Seorang perawat di masa perang yang dianggap sebagai founder of modern nursing. Aku kagum atas segala hal yang dia lakukan pada zaman itu dan aku mendambakan keberanian yang dia miliki.

Kemudian beranjak SMP, aku mengagumi Marie Curie, wanita pertama yang memenangkan Nobel Prize dan satu-satunya orang yang memenangkan Nobel Prize dua kali dalam bidang yang berbeda: kimia dan fisika. Aku salut dengan kecerdasan dan keingintahuan yang dimilikinya.

Di bangku SMA, aku suka sekali dengan Wladyslaw Szpilman, seorang pianis keturunan Yahudi yang berhasil bertahan hidup saat masa-masanya Holocaust. Dia menunjukkan ketabahan hati yang luar biasa, yang aku nggak akan pernah paham kayanya dengan situasi hidup yang aku miliki sekarang.

Demikian pula di bangku kuliah, aku mengagumi Marcus Luttrell, pensiunan Navy SEAL Amerika Serikat yang berkali-kali nyaris kehilangan nyawa saat sedang menjalankan tugas di Afghanistan. Aku mengagumi kegigihannya, meskipun teman satu timnya satu persatu tertembak, dia tetap fokus dan dapat berpikir cepat untuk langkah selajutnya.

Nah, jadi, kembali ke pertanyaan awal: siapa yang menjadi inspirasiku? Jawabannya, my desire to be my whole self, unapologetically. Alias keinginanku untuk menjadi diri sendiri yang seutuhnya, tanpa adanya perasaan bersalah. Hah, jadi gimana maksudnya?

Inspirasi menurutku adalah sumber dimana segala pemikiran dan ideku muncul, sumber yang menggerakkanku, dan sumber yang dapat menyatukan motivasi/tujuan yang ingin kuraih dengan waktu saat ini. Jika dilihat dari pola yang kumiliki selama ini, inspirasi yang berupa manusia/panutan hidup, tokohnya selalu pasang surut, silih berganti, mengikuti nilai-nilai hidup yang kupegang erat saat itu. Benang merahnya adalah keinginanku untuk menjadi pribadi yang lebih baik, keinginanku untuk menjadi diri sendiri yang seutuhnya, tanpa ada paksaan untuk menyenangkan orang, tanpa ada rasa bersalah. Tentunya, keinginan ini harus dicapai dengan langkah yang terarah dan terukur. Nggak bisa, dong, kalo setiap kali bikin kesalahan lalu aku selalu bertameng dengan “aku memang gitu orangnya”.

Jadi aku percaya setiap orang yang memiliki keinginan yang sama, seharusnya mengimbangi dengan keinginan untuk selalu berefleksi. Mau merenungi tindakan-tindakan yang telah terjadi, mampu untuk menerima segala konsekuensi, dan berkomitmen untuk memperbaikinya.

Susah? Tentu saja. Tapi lebih susah lagi kalo kita biarkan terus mindset “aku memang gitu orangnya”, ujung-ujungnya siapa yang dirugikan? Ya diri sendiri.

Jadi begitulah, keinginan itu yang selalu mendorongku untuk maju ke langkah berikutnya. Keinginian ini juga yang memeriku keberanian dan motivasi, meskipun nggak se-ekstrim contoh tokoh-tokoh diatas.

Kalo kamu? Siapa/apa inspirasimu?


*.*.*

Jika kamu mau tahu lebih lanjut tentang 30 Day Writing Challenge yang aku jalani saat ini, kamu bisa klik link ini ya.





Comments

Popular posts from this blog

Day 29: Who and What Adds Meaning

Who and what adds meaning to your life. Agustus, 2023 Tentunya sulit untuk menunjuk hanya satu orang saja. Orang-orang disekitarku selalu menambah meaning dalam hidupku. Sebagian besar datang dan pergi, terkadang kembali, kemudian hilang lagi. Apalagi semakin dewasa dan bertambah usia, sepertinya teman-teman semakin punya kesibukan. Termasuk aku sendiri. Jadi ujung-ujungnya hanya menyapa tipis-tipis di media sosial. Tapi nggak apa-apa, meskipun begitu, aku percaya setiap orang memiliki “fungsi”-nya masing-masing dalam hidupku. Mungkin aku nggak sadar makna kehadirannya pada waktu itu dan baru ngeh setelah beberapa tahun berlalu, atau mungkin saat ini sudah nggak ngobrol, tapi masih terkadang kontakan sedikit-sedikit. Ada banyak faktor yang menentukan peran seseorang dalam hidupku. Jadi, jika ditanya ‘siapa’, tentunya tergantung dari musim hidup yang sedang kujalani. Setiap musim, pemerannya berbeda-beda. Aku hampir selalu belajar sesuatu dari setiap orang yang kutemui, dan sedikit demi...

Terus dan terus.

Kemana hidup ini harus kubawa? Kekecewaan datang dan pergi. Begitu pula kecintaan. Yang mana yang harus kupercaya? Ada keputusan, ada ketakutan. Ada komitmen, ada kebingungan. Dimana ada harapan, disitu ada kekecewaan. Dimana ada tekad, disitu ada godaan. Dimana ada kekecewaan, disitu ada harapan. Akankah aku bertahan? Berapa lama harus aku bertahan? Berapa lama harus aku percaya? Tujuh kali tujuh ratus tujuh puluh tujuh? Sampai jelas. Sampai mati dan hidup lagi. Sampai nyata.

Suka Duka Anak Kos

Anak kos. Pasti banyak diatara kamu yang ngekos di kota atau negeri lain. Entah untuk SMA, atau perguruan tinggi. Hari ini, aku mau membahas suka-dukaku jadi mahasiswi di negeri lain, dalam hal tinggal sebagai anak kos. Untuk memulainya, kuceritakan terlebih dahulu gambaran tentang kos-kosan ku. Aku tinggal di sebuah apartemen di daerah Novena. Sekitar 8-10 menit berjalan kaki dari stasiun MRT. Disini, aku menyewa sebuah kamar untuk kutinggali sendiri. Tidak ada tuan rumah, hanya ada teman-teman serumah. Tapi sekitar tiga hari sekali, akan ada pembantu yang membersihkan rumah dan mengurus cucian baju. Nah, teman-teman serumahku ini ada yang berasal dari sesama Indonesia, ada juga yang dari Filipina. Karena akomodasi di Singapura lumayan mahal, apalagi daerah Novena, jadi aku menyewa kamar yang tidak ada WC-nya. Alias berbagi WC dengan teman serumah. Nah, mari kita mulai. Lagi asyik-asyiknya ngerjain tugas, tiba-tiba mesin cucinya berbunyi. Menandakan bahwa cucian telah selesai d...