Skip to main content

Day 24: Three Things I Cannot Let Go of

What are the three things you are unable to let go of?

Image by Freepik

Hmm, hal-hal yang bikin aku gagal move on ya? Agak susah. Tapi mungkin aku bisa bahas tentang kebiasaanku yang cukup konsisten kulakukan dari dulu, yang sampe sekarang masih aku lakukan (mungkin malah lebih parah).

Dimulai dari kebiasaan untuk tanya macam-macam yang kadang suka lupa dikasih filter. Gak peduli mau orang jabatan staf atau jabatan direktur, mau orang Indonesia atau orang Ethiopia, kalo aku punya pertanyaan, aku tanyain semua. Downside-nya? Situasi ngobrol seringnya jadi awkward. Kalo saat ini sepertinya sudah lebih terkendali, tapi kadang masih tetap gatal pengen tanya.

Kemudian kebiasaan untuk overestimate waktu yang kupunya. Maksudnya kalo dalam satu hari semua orang punya 24 jam, kadang aku malah siapin to-do list untuk orang yang punya waktu 36 jam sehari. Aku overestimate waktu yang kupunya. Kupikir aku bisa menyelesaikan berbagai macam hal dalam sehari, tapi lupa kalo down time dan mandi pun makan waktu. Alhasil, jadi sering memotong jatah jam tidur. Ini satu hal yang masih perlu banget aku let go, supaya aku bisa lebih paham dengan keterbatasan dan kemampuan yang aku miliki.

Yang ketiga, kebiasaan untuk nyantai dulu setelah pulang kerja. Ini simpel, tapi efeknya banyak. Karena punya kebiasaan ini, aku hampir selalu mandi diatas jam 10 malam, sebelum jam tidur. Efeknya apa? Aku jadi selalu merasa melakukan semuanya dengan terburu-buru. Sudah malam, harus buru-buru mandi, buru-buru tidur, dan besok paginya buru-buru berangkat kerja. Plus, waktu buat nyantai setelah kerja ini kadang jadi memakan jatah waktu untuk melakukan aktivitas lain. Kebiasaan ini sudah lebih terkendali juga saat ini, tapi masih bisa diperbaiki. Idealnya sih setelah pulang kerja dan makan malam, langsung mandi. Supaya aku bisa dengan leluasa mengatur kegiatan setelah itu. Nggak serba buru-buru.

Itu tiga hal yang aku pikir seperti sudah “tercetak” menjadi watakku. Susah dilepaskan/dibentuk ulang. Tapi seperti postingan di hari ke-23, nggak ada alasan untuk membentengi sifat buruk kita dengan “aku memang gitu orangnya”. Selalu ada celah untuk berkembang.


*.*.*

Jika kamu mau tahu lebih lanjut tentang 30 Day Writing Challenge yang aku jalani saat ini, kamu bisa klik link ini ya.





Comments

Popular posts from this blog

Day 29: Who and What Adds Meaning

Who and what adds meaning to your life. Agustus, 2023 Tentunya sulit untuk menunjuk hanya satu orang saja. Orang-orang disekitarku selalu menambah meaning dalam hidupku. Sebagian besar datang dan pergi, terkadang kembali, kemudian hilang lagi. Apalagi semakin dewasa dan bertambah usia, sepertinya teman-teman semakin punya kesibukan. Termasuk aku sendiri. Jadi ujung-ujungnya hanya menyapa tipis-tipis di media sosial. Tapi nggak apa-apa, meskipun begitu, aku percaya setiap orang memiliki “fungsi”-nya masing-masing dalam hidupku. Mungkin aku nggak sadar makna kehadirannya pada waktu itu dan baru ngeh setelah beberapa tahun berlalu, atau mungkin saat ini sudah nggak ngobrol, tapi masih terkadang kontakan sedikit-sedikit. Ada banyak faktor yang menentukan peran seseorang dalam hidupku. Jadi, jika ditanya ‘siapa’, tentunya tergantung dari musim hidup yang sedang kujalani. Setiap musim, pemerannya berbeda-beda. Aku hampir selalu belajar sesuatu dari setiap orang yang kutemui, dan sedikit demi...

Terus dan terus.

Kemana hidup ini harus kubawa? Kekecewaan datang dan pergi. Begitu pula kecintaan. Yang mana yang harus kupercaya? Ada keputusan, ada ketakutan. Ada komitmen, ada kebingungan. Dimana ada harapan, disitu ada kekecewaan. Dimana ada tekad, disitu ada godaan. Dimana ada kekecewaan, disitu ada harapan. Akankah aku bertahan? Berapa lama harus aku bertahan? Berapa lama harus aku percaya? Tujuh kali tujuh ratus tujuh puluh tujuh? Sampai jelas. Sampai mati dan hidup lagi. Sampai nyata.

Suka Duka Anak Kos

Anak kos. Pasti banyak diatara kamu yang ngekos di kota atau negeri lain. Entah untuk SMA, atau perguruan tinggi. Hari ini, aku mau membahas suka-dukaku jadi mahasiswi di negeri lain, dalam hal tinggal sebagai anak kos. Untuk memulainya, kuceritakan terlebih dahulu gambaran tentang kos-kosan ku. Aku tinggal di sebuah apartemen di daerah Novena. Sekitar 8-10 menit berjalan kaki dari stasiun MRT. Disini, aku menyewa sebuah kamar untuk kutinggali sendiri. Tidak ada tuan rumah, hanya ada teman-teman serumah. Tapi sekitar tiga hari sekali, akan ada pembantu yang membersihkan rumah dan mengurus cucian baju. Nah, teman-teman serumahku ini ada yang berasal dari sesama Indonesia, ada juga yang dari Filipina. Karena akomodasi di Singapura lumayan mahal, apalagi daerah Novena, jadi aku menyewa kamar yang tidak ada WC-nya. Alias berbagi WC dengan teman serumah. Nah, mari kita mulai. Lagi asyik-asyiknya ngerjain tugas, tiba-tiba mesin cucinya berbunyi. Menandakan bahwa cucian telah selesai d...