Skip to main content

Day 7: An Old Photograph and the Story Behind It

 Find an old photograph that you like and share the story behind it

Palmerston North, 2011

Bukan satu-satunya foto yang berbekas di hati, tapi foto ini mewakili kenanganku saat itu. Aku gak nemu foto aslinya jadi aku ambil dari archive di Instagram.

Foto ini diambil saat aku masih berumur 13 tahun. Saat itu baru selisih beberapa minggu setelah libur kenaikan kelas di SMP, aku diajak orang tuaku untuk pergi ke New Zealand untuk mengantar kakakku yang akan kuliah disana saat itu. Tentunya orang tuaku yang meminta izin ke guru-guru di sekolahku. Dari satu guru ke guru yang lain, nggak ada yang bisa kasih approval dan mereka berusaha membujuk orang tuaku untuk tidak memboloskanku dari sekolah selama beberapa minggu.

Setelah dikilas balik, lucu juga. Kapan lagi ada orang tua yang memohon gurunya untuk anaknya bisa bolos sekolah?

Kuakui memang orang tuaku unik dengan caranya sendiri. Aku nggak ingat bagaimana akhirnya aku bisa bolos sekolah selama beberapa minggu, tapi aku ingat sebelum keberangkatan dan setelah kepulanganku dari New Zealand, entah mengapa guru-guruku jadi banyak yang tahu dan aku merasa "disentil" oleh beberapa guru yang berbeda.

Pada titik tertentu sebelum keberangkatan, aku merasa tertekan dengan ucapan-ucapan guru-guruku. Aku takut aku tidak bisa mengikuti pelajaran dengan baik saat aku kembali. Aku takut ada banyak materi yang harus kukejar.

Keresahan ini kubawa selama berlibur, dan sekembalinya ke Indonesia, aku kembali ke sekolah dan karena keresahan itu, aku cepat-cepat mengejar materi apapun yang kubisa. Herannya, ternyata hal itu nggak sesusah yang kukira. Hari demi hari berjalan dan ternyata aku bisa-bisa saja mengejar ketertinggalan itu, bahkan melebihi ekspektasi. Dulu aku yang nilainya jeblok, bahkan pernah ranking dua dari bawah saat SD (ranking terbawah saat itu tidak naik kelas), jadi bingung ngeliat rankingku jadi naik drastis setelah bolos sekolah. Ternyata healing memang membantu, guys.

Poin yang pengen aku ceritakan dari foto diatas adalah, perjalanan itu menjadi semacam titik balik kehidupanku. Sebuah bukti pada diri sendiri bahwa perubahan bisa dimulai kapan saja, dan ternyata aku bisa membuat perubahan itu dengan kemampuan yang kumiliki.

Sering di cap anak yang bodoh dan malas saat SD, aku nggak berharap yang muluk-muluk saat SMP. Tapi perjalanan ke New Zealand saat itu benar-benar memberi dampak yang besar untuk hidupku. Perjalanan itu memberiku keberanian.

Tenang guys, nggak berarti harus ke New Zealand dulu untuk dapat keberanian. Ini hanya kebetulan saja kisah hidupku bersangkutan dengan negara domba itu. Aku yakin kalian pernah mengalami hal serupa yang lebih selaras dengan masa lalu dan keadaan kalian saat itu.

Aku beraharap kita bisa sama-sama menggunakan keberanian itu untuk banyak hal lain dalam hidup, tentunya dalam arti yang positif!


*.*.*

Jika kamu mau tahu lebih lanjut tentang 30 Day Writing Challenge yang aku jalani saat ini, kamu bisa klik link ini ya.








Comments

Popular posts from this blog

Day 29: Who and What Adds Meaning

Who and what adds meaning to your life. Agustus, 2023 Tentunya sulit untuk menunjuk hanya satu orang saja. Orang-orang disekitarku selalu menambah meaning dalam hidupku. Sebagian besar datang dan pergi, terkadang kembali, kemudian hilang lagi. Apalagi semakin dewasa dan bertambah usia, sepertinya teman-teman semakin punya kesibukan. Termasuk aku sendiri. Jadi ujung-ujungnya hanya menyapa tipis-tipis di media sosial. Tapi nggak apa-apa, meskipun begitu, aku percaya setiap orang memiliki “fungsi”-nya masing-masing dalam hidupku. Mungkin aku nggak sadar makna kehadirannya pada waktu itu dan baru ngeh setelah beberapa tahun berlalu, atau mungkin saat ini sudah nggak ngobrol, tapi masih terkadang kontakan sedikit-sedikit. Ada banyak faktor yang menentukan peran seseorang dalam hidupku. Jadi, jika ditanya ‘siapa’, tentunya tergantung dari musim hidup yang sedang kujalani. Setiap musim, pemerannya berbeda-beda. Aku hampir selalu belajar sesuatu dari setiap orang yang kutemui, dan sedikit demi...

Terus dan terus.

Kemana hidup ini harus kubawa? Kekecewaan datang dan pergi. Begitu pula kecintaan. Yang mana yang harus kupercaya? Ada keputusan, ada ketakutan. Ada komitmen, ada kebingungan. Dimana ada harapan, disitu ada kekecewaan. Dimana ada tekad, disitu ada godaan. Dimana ada kekecewaan, disitu ada harapan. Akankah aku bertahan? Berapa lama harus aku bertahan? Berapa lama harus aku percaya? Tujuh kali tujuh ratus tujuh puluh tujuh? Sampai jelas. Sampai mati dan hidup lagi. Sampai nyata.

Suka Duka Anak Kos

Anak kos. Pasti banyak diatara kamu yang ngekos di kota atau negeri lain. Entah untuk SMA, atau perguruan tinggi. Hari ini, aku mau membahas suka-dukaku jadi mahasiswi di negeri lain, dalam hal tinggal sebagai anak kos. Untuk memulainya, kuceritakan terlebih dahulu gambaran tentang kos-kosan ku. Aku tinggal di sebuah apartemen di daerah Novena. Sekitar 8-10 menit berjalan kaki dari stasiun MRT. Disini, aku menyewa sebuah kamar untuk kutinggali sendiri. Tidak ada tuan rumah, hanya ada teman-teman serumah. Tapi sekitar tiga hari sekali, akan ada pembantu yang membersihkan rumah dan mengurus cucian baju. Nah, teman-teman serumahku ini ada yang berasal dari sesama Indonesia, ada juga yang dari Filipina. Karena akomodasi di Singapura lumayan mahal, apalagi daerah Novena, jadi aku menyewa kamar yang tidak ada WC-nya. Alias berbagi WC dengan teman serumah. Nah, mari kita mulai. Lagi asyik-asyiknya ngerjain tugas, tiba-tiba mesin cucinya berbunyi. Menandakan bahwa cucian telah selesai d...